Rankuman THARIQUL IMAN (Jalan Menuju Iman)

Posted on 11:29 PM by
Pengaruh Pemikiran Terhadap Kebangkitan
Bangkitnya manusia tergantung pemikiranya tentang manusia (al insan), kehidupan(al hayah) dan alam semesta (al kaun), serta hubungan ketiganya dengan apa apa yang ada sebelum kehidupan di dunia ini dan apa apa yang ada sesudah kehidupan dunia. Oleh karena itu harus ada perubahan yang mendasa dan menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini, untuk kemudian diganti dengan pemikiran lain agar ia mampu bangkit, sebab pemikiran lah yang membentuk mafahim terhadap segala sesuatu serta yang memperkuatnya. sedangkan manusia selalu bertingkah laku sesuai dengan mafahimnya tentang kehidupan. Sebagai contoh mafahim seseroang terhadap orang yang dicintainya akan membentuk prilaku terhadap orang tersebut yang tentu berlawan dengan perilaku terhadap orang lain yang dibencinya, dimana ia memiliki mafahim kebencian terhadapnya. Berbeda lagi sikap perilakunya terhadap orang yang sama sekali belum dikenalnya, dimana ia belum memiliki mafhum apapun terhadap orang tersebut. Demikianlah perilaku manusia selalu berkaitan erat dengan mafahimnya. Oleh karena itu, apabila kita hendak mengubah tingkah laku manusia yang rendah menjadi luhur (sebagai hasil kebangkitan), maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengubah mafhumnya terlabih dahulu. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surat Ar Ra’d ayat 11 yang artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri merubah apa yang ada pada diri mereka”

Fikroh Kulliyah sebagai Aqidah Dan Pemecah Al Uqdatul Qubra
Satu satunya jalan untuk merubah mafhum seseroang adalah dengan mewujudkan suatu pemikiran tentang khidupan dunia sehingga dapat terwujud mafahim yang benar akan kehidupan tersebut pada dirinya. Namun, pemikiran yang demikian tidak akan mengkristal secara produktif, kecuali apabila terbentuk dalam dirinya pemikiran tentang alam semesta, manusia dan kehidupanya; tentang apa saja yang ada sebelum kehidupan didunia dan apa saja yang ada sesudahnya; serta hubungan ketiga unsur dunia itu dengan hakikat dari apa apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan di dunia. Semua itu dapat dicapai dengan dengan memberikan kepada manusia pemikiran yang menyeluruh (fikroh kullliyah) tentang apa yang berdiri dibalik alam semesta, kehidupan dan manusia. sebab pemikiran menyeluruh ini yang akan menjadi landasan berfikir (qa’idah fikriyah) yang dapat melahirkan seluruh cabang tentang kehidupan dunia. memberikan pemikiran yang menyeluruh mengenai tiga unsur tadi merupakan pemecahan “al uqdatul qubra” pada diri manusia. Apabila al uqdatul al kubro ini teruraikan, maka terurailah berbagai masalah lainya. sebab, seluruh problem kehidupan manusia pada dasarnya merupakan bagian atau cabang dari al uqdah al kubro tadi. Namun demikian, pemecahan tersebut tidak akan menghantarkan kita pada kebangkitan yang benar (nahdloh shohihah), kecuali apabila pemecahanya itu sendiri adalah benar, yaitu pemecahan yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal sehingga memberikan ketenangan hati.

Pemecahan Yang Benar Dengan Fikr Mustanir
Pemecahan yang benar itu tidak akan dapat ditempuh kecuali dengan fikr mustanir, yaitu pemikiran yang dalam dan cemerlang tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Karena itu, bagi mereka yang menghendaki kebangkitan dan menginginkan kehidupan berada pada jalan yang mulia, mau tidak mau mereka harus terlebih dahulu memecahkan al uqdatul qubra ini secara benar dengan melalui fikr al msutanir. Pemecahan itu adalah aqidah sekaligus merupakan landasan berpikir yang melahirkan setiap pemikiran cabang tentang perilaku manusia di dunia dan serta peraturanperaturan hidup

Aqidah Islam Menjawab Siapa Di Balik Ketiga Perkara
Islam telah menangani al udah al kubro ini. Islam memecahkanya untuk manusia dengan pemecahan yang sesuai dengan fitrah manusia, benar benar memuaskan akal serta memberikan ketenangan jiwa. Isam menjadikan prosedur masuk Islam tergantung dari pengakuan seseorang terhadap pemecahan ini, yaitu pengakuan yang betul-betul muncul dari akal. Oleh sebab itu, Islam dibangun diatas satu dasar yaitu aqidah. Aqidah tersebut menjelaskan bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan terdapat pencipta (al khaliq) yang telah menciptakan segala sesuatunya dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul wujud atau wajib adanya. Dia bukan makhluk. kalo tidak demikian, bagaimana pula Ia menjadi khaliq. Sifatnya sebagai pencipta memastikan bahwa dirinya memastikan Dia bukanlah makhluk, serta dengan pasti pula Dia mutlak adanya, karena adanya segala sesuatu menyandarkan wujud atau eksistensi kepada dirinya. sementara Ia tidak bersandar pada apapun

Lemah dan Terbatasnya Ketiga Unsur Itu Butuh Pencipta
Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya pencipta yang menciptakanya, sesungguhnya adapat diterangkan sebagai berikut: bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal manusia terbagi kedalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta dan kehidupan.

Ketiga unsur ini bersifat terbatas(mahdud). Sehingga benda-benda tersebut bersifat lemah, serba kurang, serta membutuhkan kepada yang lain. Manusia terbatas sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang dalam batas tertentu yang tidak dapat dilampoinya lagi. Maka, jelas bahwa manusia bersifat terbatas.  Kehidupan bersifat terbatas karena penampakanya bersifat individual semata. Bahkan apa yang kita lihat menunjukan bahwa apa yang ada di kehidupan ini berakhir pada satu individu saja.  Maka, jelas bahwa kehidupan ini bersifat terbatas. Alam semesta pun bersifat terbatas. Sebab alam semesta merupakan himpunan dari benda-benda angkasa yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Himpunan segala sesuatu yang terbatas tentu tergbatas pula sifatnya. Jadi, alam semesta pun terbatas sifatnya. Kini jelaslah bahwa manusia, kehidupan dan alam semesta keitganya bersifat terbatas.

Asal Usul Pencipta:Wajibul Wujud (Wajib Adanya)
Apabila kita memperhatinan kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, kita akan menyimpulkan bahwa semuanya tidak “azali” . Sebab bila bersifat azali tentu tidak akan bersifat terbatas. Dan segala yang terbatas itu mesti diciotakan oleh “Sesuatu yang lain”. “Sesuatu yang lain inilah yang menciptakan manusia, khidupan dan alam semesta. Ada tiga kemungkinan asal usul Sang Pencipta itu: Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Kedua Ia menciptakan dirinya sendiri. Ketiga, Ia bersifat azali yakni wajibul wujud atau wajib adanya.  Kemungkinan bahwa Ia diciptakan oleh sesuatu yang lain adalah kemungkinan yang bathil atau salah, tidak dapat ditermia akal sehat. Sebab, itu berarti ia bersifat terbatas. Sama bathilnya dengan kemungkinan yang menyatakan bahwa ia menciptakan dirinya sendiri. Sebab, jika demikian ia sebagai makhluq dan khaliq pada waktu yang bersamaan. Suatu hal yang jelas jelas tidak dapat diterima oleh akal sehat. Oleh karena itu al khaliq haruslah bersifat azali yaitu wajibul wujud alias wajib adanya. Dialah Allah SWT

Pengamatan Alam, Manusia, dan Kehidupan menemukan al khaliq yang Menciptakanya
Sesungguhnya  siapa saja yang mempunyai akal akan mampu membuktikan -hanya dengan adanya benda benda yang dapat diinderanya–bahwa  di balik benda benda tiu pasti terdapat pencipta yang telah menciptakanya. Sebab fakta menunjukan bahwa semua benda itu bersifat serba kurang, sangat lemah dan membutuhkan kepada yang lain. Hal itu secara pasti menunjukan bahwa segala sesuatu yang ada itu hanyalah makhluq belaka.  Oleh karena itu, untuk menbuktikan adanya al Khaliq yang Maha Pengatur ( al khaliq al mudabbir) , sebenarnya cukuo hanya dengan menarik perhatian manusia agar terfokus kepada benda benda yang ada di alam semesta, fenomena kehidupan dan dirinya sendiri. Dengan mengamati salah satu planet yang ada di alam semesta atau dengan merenungi fenomena khidupan atau meneliti salah satu bagian dari diri manusia,  tentulah akan kita dapati bukti nyata (dilalah qoth ‘iyyah) dan meyakinkan akan adanya Allah SWT. Oleh karena itu, kita jumpai al Quran menarik perhatian dan menyeru manusia untuk memperhatikan benda-benda yang ada di sekitarnya, memperhatikan apa saja diseputar objek tersebut,  dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan objek tersebut agar dapat membuktikan adanya Allah SWT. Sebab,  dengan mengamati benda-benda tersebut, bagaimana benda-benda itu membutuhkan yang lain, akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti akan keberadaan Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Dalam al Quran telah dibeberkan ratusan ayat yang berkenaan dengan hal ini, antara lain firman-firman Allah SWT:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang orang yang berakal“. (TQS Ali Imran 190)

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah diciptakan-Nya langit dan bumi serta berlain-laninanya bahasa dan warna kulitmu”. (TQS Ar Rum 22)

“Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan?”. (QTA At Thariq 17-20)

“Hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang memancar, yang keluar antara tulang sulbi laki-laki dengan tulang dada perempuan” (TQS At Thariq 5-7)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, slilih bergantinya malam dan siang . Berlayarnya bahtera di laut yang membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Ia menghidupkan bumi sesudah matinya (kering). Dan Ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya semua itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”. (TQS Al Baqarah 164)

Banyak lagi ayat serupa lainya, yang mengajak manusia untuk memperhatikan benda-benda dengan cara yang mendalam, melihat apa yang ada di sekelilingnya, dan memperhatikan segala yang berhubungan dengan keberadaan dirinya.  Agar denganya manusia mendapatkan bukti untuk argumentasi akan adanya Pencipta Yang Maha Pengatur (al Khaliq al Mudabbir),  sehingga dengan demikian imanya kepada ALlah SWT menjadi iman yang mantap, yang berakar pada akal dan bukti yang nyata. [adi/kajianremaja.net]

===================================================
 **Taqiyuddin An-Nabhani, Nizham Al-Islam 1953 M/ 1372 H

3 komentar: Leave Your Comments