Pengaruh Pemikiran Terhadap Kebangkitan
Bangkitnya
manusia tergantung pemikiranya tentang manusia (al insan), kehidupan(al
hayah) dan alam semesta (al kaun), serta hubungan ketiganya dengan apa
apa yang ada sebelum kehidupan di dunia ini dan apa apa yang ada sesudah
kehidupan dunia. Oleh karena itu harus ada perubahan yang mendasa dan
menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini, untuk kemudian diganti
dengan pemikiran lain agar ia mampu bangkit, sebab pemikiran lah yang
membentuk mafahim terhadap segala sesuatu serta yang memperkuatnya.
sedangkan manusia selalu bertingkah laku sesuai dengan mafahimnya
tentang kehidupan. Sebagai contoh mafahim seseroang terhadap orang yang
dicintainya akan membentuk prilaku terhadap orang tersebut yang tentu
berlawan dengan perilaku terhadap orang lain yang dibencinya, dimana ia
memiliki mafahim kebencian terhadapnya. Berbeda lagi sikap perilakunya
terhadap orang yang sama sekali belum dikenalnya, dimana ia belum
memiliki mafhum apapun terhadap orang tersebut. Demikianlah perilaku
manusia selalu berkaitan erat dengan mafahimnya. Oleh karena itu,
apabila kita hendak mengubah tingkah laku manusia yang rendah menjadi
luhur (sebagai hasil kebangkitan), maka tidak ada jalan lain kecuali
harus mengubah mafhumnya terlabih dahulu. Dalam hal ini Allah SWT
berfirman dalam surat Ar Ra’d ayat 11 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri merubah apa yang ada pada diri mereka”
Fikroh Kulliyah sebagai Aqidah Dan Pemecah Al Uqdatul Qubra
Satu
satunya jalan untuk merubah mafhum seseroang adalah dengan mewujudkan
suatu pemikiran tentang khidupan dunia sehingga dapat terwujud mafahim
yang benar akan kehidupan tersebut pada dirinya. Namun, pemikiran yang
demikian tidak akan mengkristal secara produktif, kecuali apabila
terbentuk dalam dirinya pemikiran tentang alam semesta, manusia dan
kehidupanya; tentang apa saja yang ada sebelum kehidupan didunia dan apa
saja yang ada sesudahnya; serta hubungan ketiga unsur dunia itu dengan
hakikat dari apa apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan di dunia.
Semua itu dapat dicapai dengan dengan memberikan kepada manusia
pemikiran yang menyeluruh (fikroh kullliyah) tentang apa yang berdiri
dibalik alam semesta, kehidupan dan manusia. sebab pemikiran menyeluruh
ini yang akan menjadi landasan berfikir (qa’idah fikriyah) yang dapat
melahirkan seluruh cabang tentang kehidupan dunia. memberikan pemikiran
yang menyeluruh mengenai tiga unsur tadi merupakan pemecahan “al uqdatul
qubra” pada diri manusia. Apabila al uqdatul al kubro ini teruraikan,
maka terurailah berbagai masalah lainya. sebab, seluruh problem
kehidupan manusia pada dasarnya merupakan bagian atau cabang dari al
uqdah al kubro tadi. Namun demikian, pemecahan tersebut tidak akan
menghantarkan kita pada kebangkitan yang benar (nahdloh shohihah),
kecuali apabila pemecahanya itu sendiri adalah benar, yaitu pemecahan
yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal sehingga memberikan
ketenangan hati.
Pemecahan Yang Benar Dengan Fikr Mustanir
Pemecahan
yang benar itu tidak akan dapat ditempuh kecuali dengan fikr mustanir,
yaitu pemikiran yang dalam dan cemerlang tentang alam semesta, manusia
dan kehidupan. Karena itu, bagi mereka yang menghendaki kebangkitan dan
menginginkan kehidupan berada pada jalan yang mulia, mau tidak mau
mereka harus terlebih dahulu memecahkan al uqdatul qubra ini secara
benar dengan melalui fikr al msutanir. Pemecahan itu adalah aqidah
sekaligus merupakan landasan berpikir yang melahirkan setiap pemikiran
cabang tentang perilaku manusia di dunia dan serta peraturanperaturan
hidup
Aqidah Islam Menjawab Siapa Di Balik Ketiga Perkara
Islam
telah menangani al udah al kubro ini. Islam memecahkanya untuk manusia
dengan pemecahan yang sesuai dengan fitrah manusia, benar benar
memuaskan akal serta memberikan ketenangan jiwa. Isam menjadikan
prosedur masuk Islam tergantung dari pengakuan seseorang terhadap
pemecahan ini, yaitu pengakuan yang betul-betul muncul dari akal. Oleh
sebab itu, Islam dibangun diatas satu dasar yaitu aqidah. Aqidah
tersebut menjelaskan bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan
terdapat pencipta (al khaliq) yang telah menciptakan segala sesuatunya
dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul wujud atau wajib adanya.
Dia bukan makhluk. kalo tidak demikian, bagaimana pula Ia menjadi
khaliq. Sifatnya sebagai pencipta memastikan bahwa dirinya memastikan
Dia bukanlah makhluk, serta dengan pasti pula Dia mutlak adanya, karena
adanya segala sesuatu menyandarkan wujud atau eksistensi kepada dirinya.
sementara Ia tidak bersandar pada apapun
Lemah dan Terbatasnya Ketiga Unsur Itu Butuh Pencipta
Bukti
bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya pencipta yang menciptakanya,
sesungguhnya adapat diterangkan sebagai berikut: bahwa segala sesuatu
yang dapat dijangkau oleh akal manusia terbagi kedalam tiga unsur, yaitu
manusia, alam semesta dan kehidupan.
Ketiga unsur ini
bersifat terbatas(mahdud). Sehingga benda-benda tersebut bersifat lemah,
serba kurang, serta membutuhkan kepada yang lain. Manusia terbatas
sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang dalam batas tertentu yang
tidak dapat dilampoinya lagi. Maka, jelas bahwa manusia bersifat
terbatas. Kehidupan bersifat terbatas karena penampakanya bersifat
individual semata. Bahkan apa yang kita lihat menunjukan bahwa apa yang
ada di kehidupan ini berakhir pada satu individu saja. Maka, jelas
bahwa kehidupan ini bersifat terbatas. Alam semesta pun bersifat
terbatas. Sebab alam semesta merupakan himpunan dari benda-benda angkasa
yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Himpunan segala sesuatu
yang terbatas tentu tergbatas pula sifatnya. Jadi, alam semesta pun
terbatas sifatnya. Kini jelaslah bahwa manusia, kehidupan dan alam
semesta keitganya bersifat terbatas.
Asal Usul Pencipta:Wajibul Wujud (Wajib Adanya)
Apabila
kita memperhatinan kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, kita
akan menyimpulkan bahwa semuanya tidak “azali” . Sebab bila bersifat
azali tentu tidak akan bersifat terbatas. Dan segala yang terbatas itu
mesti diciotakan oleh “Sesuatu yang lain”. “Sesuatu yang lain inilah
yang menciptakan manusia, khidupan dan alam semesta. Ada tiga
kemungkinan asal usul Sang Pencipta itu: Pertama, Ia diciptakan oleh
yang lain. Kedua Ia menciptakan dirinya sendiri. Ketiga, Ia bersifat
azali yakni wajibul wujud atau wajib adanya. Kemungkinan bahwa Ia
diciptakan oleh sesuatu yang lain adalah kemungkinan yang bathil atau
salah, tidak dapat ditermia akal sehat. Sebab, itu berarti ia bersifat
terbatas. Sama bathilnya dengan kemungkinan yang menyatakan bahwa ia
menciptakan dirinya sendiri. Sebab, jika demikian ia sebagai makhluq dan
khaliq pada waktu yang bersamaan. Suatu hal yang jelas jelas tidak
dapat diterima oleh akal sehat. Oleh karena itu al khaliq haruslah
bersifat azali yaitu wajibul wujud alias wajib adanya. Dialah Allah SWT
Pengamatan Alam, Manusia, dan Kehidupan menemukan al khaliq yang Menciptakanya
Sesungguhnya
siapa saja yang mempunyai akal akan mampu membuktikan -hanya dengan
adanya benda benda yang dapat diinderanya–bahwa di balik benda benda
tiu pasti terdapat pencipta yang telah menciptakanya. Sebab fakta
menunjukan bahwa semua benda itu bersifat serba kurang, sangat lemah dan
membutuhkan kepada yang lain. Hal itu secara pasti menunjukan bahwa
segala sesuatu yang ada itu hanyalah makhluq belaka. Oleh karena itu,
untuk menbuktikan adanya al Khaliq yang Maha Pengatur ( al khaliq al
mudabbir) , sebenarnya cukuo hanya dengan menarik perhatian manusia agar
terfokus kepada benda benda yang ada di alam semesta, fenomena
kehidupan dan dirinya sendiri. Dengan mengamati salah satu planet yang
ada di alam semesta atau dengan merenungi fenomena khidupan atau
meneliti salah satu bagian dari diri manusia, tentulah akan kita dapati
bukti nyata (dilalah qoth ‘iyyah) dan meyakinkan akan adanya Allah SWT.
Oleh karena itu, kita jumpai al Quran menarik perhatian dan menyeru
manusia untuk memperhatikan benda-benda yang ada di sekitarnya,
memperhatikan apa saja diseputar objek tersebut, dan memperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan objek tersebut agar dapat membuktikan
adanya Allah SWT. Sebab, dengan mengamati benda-benda tersebut,
bagaimana benda-benda itu membutuhkan yang lain, akan memberikan suatu
pemahaman yang meyakinkan dan pasti akan keberadaan Allah Yang Maha
Pencipta dan Maha Pengatur. Dalam al Quran telah dibeberkan ratusan ayat
yang berkenaan dengan hal ini, antara lain firman-firman Allah SWT:
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang,
terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang orang yang berakal“. (TQS Ali
Imran 190)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah
diciptakan-Nya langit dan bumi serta berlain-laninanya bahasa dan warna
kulitmu”. (TQS Ar Rum 22)
“Apakah mereka tidak
memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi,
bagaimana ia dihamparkan?”. (QTA At Thariq 17-20)
“Hendaklah
manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan? Dia diciptakan dari air
yang memancar, yang keluar antara tulang sulbi laki-laki dengan tulang
dada perempuan” (TQS At Thariq 5-7)
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, slilih bergantinya malam dan siang .
Berlayarnya bahtera di laut yang membawa apa yang berguna bagi manusia.
Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu
Ia menghidupkan bumi sesudah matinya (kering). Dan Ia sebarkan di bumi
itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi. Sesungguhnya semua itu terdapat tanda-tanda
kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”. (TQS Al Baqarah 164)
Banyak
lagi ayat serupa lainya, yang mengajak manusia untuk memperhatikan
benda-benda dengan cara yang mendalam, melihat apa yang ada di
sekelilingnya, dan memperhatikan segala yang berhubungan dengan
keberadaan dirinya. Agar denganya manusia mendapatkan bukti untuk
argumentasi akan adanya Pencipta Yang Maha Pengatur (al Khaliq al
Mudabbir), sehingga dengan demikian imanya kepada ALlah SWT menjadi
iman yang mantap, yang berakar pada akal dan bukti yang nyata. [adi/kajianremaja.net]
===================================================
**Taqiyuddin An-Nabhani, Nizham Al-Islam 1953 M/ 1372 H
Assalamu'alaykum, min klo bisa yg 3 ideologi juga ya di upload.
BalasHapusBagus sekali, adakah kelanjutannya?
BalasHapusAda kesimpulanx yg lebih ringkas lagi
BalasHapus