Ustadz, bolehkah menyembelih qurban untuk orang yang sudah meninggal?
(Ratna, Lampung)
Jawab :
Ada khilafiyah mengenai hukum berqurban bagi orang yang sudah
meninggal (al-tadh-hiyyah 'an al-mayyit). Ada tiga pendapat. Pertama,
hukumnya boleh baik ada wasiat atau tidak dari orang yang sudah meninggal. Ini
pendapat ulama mazhab Hanafi, Hambali, dan sebagian ahli hadis seperti Imam Abu
Dawud dan Imam Tirmidzi. Kedua, hukumnya makruh. Ini pendapat ulama
mazhab Maliki. Ketiga, hukumnya tidak boleh, kecuali ada wasiat
sebelumnya dari orang yang meninggal. Ini pendapat ulama mazhab Syafi'i.
(Hisamuddin Afanah, Al-Mufashshal fi Ahkam Al-Udhhiyah, hlm. 158; M.
Adib Kalkul, Ahkam Al-Udhhiyah wa Al-Aqiqah wa At-Tadzkiyah, hlm. 24;
Nada Abu Ahmad, Al-Jami' li Ahkam Al-Udhhiyah, hlm. 48).
Pendapat pertama berdalil antara lain dengan hadis Aisyah RA bahwa ketika
Nabi SAW akan menyembelih qurban, beliau berdoa,"Bismillah, Ya Allah
terimalah [qurban] dari Muhammad, dari keluarga Muhammad, dan dari umat
Muhammad." (HR Muslim no 3637, Abu Dawud no 2410, Ahmad no 23351).
Hadis ini menunjukkan Nabi SAW berqurban untuk orang yang sudah meninggal.
Sebab beliau telah berqurban untuk keluarga Muhammad dan umat Muhammad, padahal
di antara mereka ada yang sudah meninggal. (Hisamuddin Afanah, ibid.,
hlm. 161).
Pendapat kedua beralasan tidak ada dalil dalam masalah ini, sehingga
hukumnya makruh. (Hisamuddin Afanah, ibid., hlm. 164). Sedang pendapat
ketiga berdalil antara lain dengan firman Allah SWT (artinya),"Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya." (QS An-Najm [53] : 39). Juga dengan hadis Hanasy RA bahwa
ia melihat Ali bin Abi Thalib RA menyembelih dua ekor kambing, lalu Hanasy
bertanya,"Apa ini?" Ali menjawab,"Sesungguhnya
Rasulullah SAW telah berwasiat kepadaku untuk berqurban untuknya, maka akupun
menyembelih qurban untuk beliau." (HR Abu Dawud no 2408, Tirmidzi no
1415). Hadis ini menunjukkan bolehnya berqurban untuk orang yang sudah
meninggal jika dia berwasiat. Jika tidak ada wasiat hukumnya tidak boleh. (Imam
Nawawi, Al-Majmu' 8/406; Nihayatul Muhtaj 27/231, Mughni
Al-Muhtaj 18/148, Tuhfatul Muhtaj 41/170).
Yang rajih (kuat) menurut kami adalah pendapat pertama. Sebab lafazh "umat
Muhammad" dalam hadis Aisyah RA adalah lafazh umum, sehingga
mencakup semua umat Muhammad, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal, baik yang meninggal berwasiat atau tidak. Imam Shan'ani
berkata,"Hadis ini menunjukkan sahnya seorang mukallaf melakukan
perbuatan taat untuk orang lain, meskipun tidak ada perintah atau wasiat dari
orang lain itu." (Imam Shan'ani, Subulus Salam, 4/90).
Pendapat ketiga yang mensyaratkan wasiat, didasarkan pada mafhum
mukhalafah (menarik pengertian implisit yang berlawanan dengan pengertian
eksplisit). Artinya, jika Ali RA sah berqurban untuk Nabi SAW karena ada
wasiat, maka kalau tidak ada wasiat hukumnya tidak sah. Mafhum mukhalafah
ini tidak tepat, karena bertentangan dengan hadis Aisyah yang bermakna umum.
Imam Taqiyuddin an-Nabhani berkata,"Mafhum mukhalafah tidak diamalkan
jika ada nash Al-Qur`an dan As-Sunnah yang membatalkannya."
(Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, 3/200).
Kesimpulannya, boleh hukumnya menyembelih qurban untuk orang yang sudah
meninggal dunia, baik ada wasiat maupun tidak darinya. Wallahu a'lam.[Muhammad Shiddiq Al-Jawi]
0 komentar:
Posting Komentar